Dua sendok makan berisi bubuk hitam masuk ke dalam sebuah gelas. Menyusul setelahnya air panas mengisi sekitar seperlima dari isi gelas, untuk sekedar membasahi si bubuk hitam sekitar 30 detik sebelum air dituang seluruhnya. Setelah gelas penuh, tunggu sekitar 3 menit sebelum diaduk. Begitulah salah satu cara saya dalam menyeduh kopi. Memang sengaja tak ditambahkan gula, takaran bubuknya pun tekesan seenaknya. Masalah selera memang bebas menabrak tradisi, you coffee your way.
Sebuah minuman hitam penuh gairah, mempesona
Segelas kopi dihidang, siap untuk dinikmati. Setelah mengambil posisi nyaman, tegukan pertama meluncur dengan suksesnya. Saat sedang menenggak minuman hitam ini, pikiran merasa merdeka. Ide-ide liar muncul layaknya mendapat stimulasi. Banyak hal yang ingin diceritakan disini, tapi tak semua layak untuk dibagi. Salah satu ide liar yang muncul saya tulis di bawah ini sebagai bahan renungan.
Terkadang saya selalu menahan diri untuk mengurangi kritik atau komentar saya terhadap sesuatu. Bukan perkara mudah bagi orang sok tau seperti saya untuk melakukan hal tersebut. Latar belakang pendidikan mendorong saya menjadi orang kritis, lingkungan mendidik untuk memberanikan diri mengungkapkan kritik secara terbuka. Namun berkali-kali saya terpaksa menahan diri untuk tidak sembarangan mengeluarkan kritik.
Bersyukurnya saya tinggal di negara demokrasi yang menjamin kemerdekaan warganya untuk berpendapat. Sehingga semua warga mendapat kemerdekaan untuk berpendapat, termasuk warga sok tau seperti saya. Celakanya, tak semua orang memiliki kapasitas untuk mengkritik dan mengomentari sesuatu. Semua merasa bebas melontarkan kritik, bahkan cenderung tajam dan menyakitkan.