Miris melihat kucuran dana pemerintah untuk sepakbola. Dari urusan klub-klub lokal sampai dana untuk timnas. Setiap tahunnya, klub-klub lokal yang berlaga di kompetisi resmi liga indonesia, entah itu super liga, divisi utama atau kedua, pasti membutuhkan dana. Prestasi yang selalu surut menyebabkan hanya ada sedikit sponsor yang berminat. Tentunya ini berimbas pada tebalnya kas klub. Maka dari itu, untuk mengantisipasi hal ini dicari solusi praktis. Apa solusi tersebut? Ya benar, dengan menggunakan dana pemerintah. Dana APBD alias Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Jikalau dana yang dibutuhkan hanya sedikit, tentunya ini tidak menjadi masalah yang berarti. Lah ini, dana yang digunakan sampai milyaran. Padahal dengan dana segitu besarnya pemda dapat menggunakan dana tersebut untuk perbaikan infrastruktur umum. Seperti perbaikan jalanan di daerah yang cenderung rusak, bolong-bolong, dan juga jembatan sebagai akses utama yang kurang diperhatikan. Padahal jika dilihat dari segi kepentingan, tentu perbaikan sarana umum lebih “mulia” dibanding hura-hura klub sepakbola yang hanya bisa dinikmati golongan tertentu.
Okelah ga boleh munafik, saya juga salah satu penikmat sepakbola sebagai fans salah satu klub di superliga yang berdiri sudah cukup lama. Tapi apakah kepentingan saya sebagai warga negara, dan sebagai penikmat fasilitas umum harus terganggu akibat hal ini? Lihatlah keadaan sekitar, bandingkan keadaan tersebut setelah ada pertandingan sepakbola yang didukung oleh suporter anarkis. Banyak fasilitas umum yang rusak bukan. Halte bus dicorat-coret, rambu lalu lintas dicopot, bahkan sampai merusak kereta dengan menimpukinya. Inikah hasil dari