Pages

Saturday, June 18, 2011

Sepakbola Menguras Uang Negara

                Miris melihat kucuran dana pemerintah untuk sepakbola. Dari urusan klub-klub lokal sampai dana untuk timnas. Setiap tahunnya, klub-klub lokal yang berlaga di kompetisi resmi liga indonesia, entah itu super liga, divisi utama atau kedua, pasti membutuhkan dana. Prestasi yang selalu surut menyebabkan hanya ada sedikit sponsor yang berminat. Tentunya ini berimbas pada tebalnya kas klub. Maka dari itu, untuk mengantisipasi hal ini dicari solusi praktis. Apa solusi tersebut? Ya benar, dengan menggunakan dana pemerintah. Dana APBD alias Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

                Jikalau dana yang dibutuhkan hanya sedikit, tentunya ini tidak menjadi masalah yang berarti. Lah ini, dana yang digunakan sampai milyaran. Padahal dengan dana segitu besarnya pemda dapat menggunakan dana tersebut untuk perbaikan infrastruktur umum. Seperti perbaikan jalanan di daerah yang cenderung rusak, bolong-bolong, dan juga jembatan sebagai akses utama yang kurang diperhatikan. Padahal jika dilihat dari segi kepentingan, tentu perbaikan sarana umum lebih “mulia” dibanding hura-hura klub sepakbola yang hanya bisa dinikmati golongan tertentu.

                Okelah ga boleh munafik, saya juga salah satu penikmat sepakbola sebagai fans salah satu klub di superliga yang berdiri sudah cukup lama. Tapi apakah kepentingan saya sebagai warga negara, dan sebagai penikmat fasilitas umum harus terganggu akibat hal ini? Lihatlah keadaan sekitar, bandingkan keadaan tersebut setelah ada pertandingan sepakbola yang didukung oleh suporter anarkis. Banyak fasilitas umum yang rusak bukan. Halte bus dicorat-coret, rambu lalu lintas dicopot, bahkan sampai merusak kereta dengan menimpukinya. Inikah hasil dari
kucuran dana APBD untuk sepakbola? Untung tak ada yang ada buntung. Karena untuk perbaikan akibat kerusuhan tersebut pemerintah harus mengeluarkan dana lagi yang tak sedikit.

                Barangkali persoalaan tersebut berbeda ketika klub lokal yang dibiayai dana APBD dapat berbicara di tanah orang dengan prestasi, menjuarai kejuaraan antar klub se-Asia Tenggara misalnya. Perlu sebuah ketegasan dan keberanian untuk menghentikan kucuran dana ini. Sudah saatnya pengurus klub tahu diri dengan mencari cara lain agar keuangan klub tetap sehat dan pemda dapat menjalankan program-program lainnya.

                Masih seputar masalah ini, persoalan pendanaan timnas sepakbola. Dana yang dikucurkan setiap tahun sangat-sangat tidak sebanding dengan kontribusi timnas sepakbola dalam mengharumkan nama bangsa. Selalu dan selalu menjadi pecundang. Padahal pemerintah sudah memberikan anggaran yang luar biasa ,untuk pemusatan latihan di luar negri yang jangka waktunya tidak sebentar dan utuk hal-hal lain yang berkaitan dengan kesejahteraan pemain selama menjalankan “tugas negara”. Memang disana mereka fokus berlatih bukan seperti anggota dewan yang sekedar bersenang-senang. Tapi apakah hal tersebut tidak berlebihan? Mengingat tak pernah ada prestasi dalam beberapa tahun terakhir ini.

                Sementara itu, cabang-cabang olahraga lain yang lebih potensial untuk mengharumkan nama bangsa diperlakukan seperti anak tiri. Ingatkah cabang bulutangkis, angkat besi, panah, dan berbagai olahraga beladiri yang terbukti ampuh mengharumkan nama Indonesia. Tapi keadaan mereka seakan tak pernah disorot media. Hanya bulutangkis yang masih selalu diberitakan, itu pun masih kalah banyak dengan sepakbola. Seandainya bisa, alangkah baiknya apabila dana untuk sepakbola itu dijadikan untuk perbaikan sarana latihan dan hadiah untuk atlet-atlet kita yang berprestasi tentu mereka akan semakin termotivasi. Seperti perbaikan fasilitas, jaminan kesejahteraan atlet yang berprestasi, sampai pembiayaan untuk program regenerasi atlet.

                Lantas mengapa pemerintah begitu royal dengan sepakbola? Mengapa sepakbola selalu dan selalu menjadi anak emas? Sampai-sampai hebohnya perebutan kursi ketum PSSI hampir mengalahkan hebohnya perebutan kursi presiden. Ada apa sebenarnya dengan sepakbola kita? Tolong, jangan ada politik di dalam olahraga. Fair Play, bisa kan?

No comments:

Post a Comment