Pages

Monday, February 27, 2012

Sekelumit Kisah Petani Kopi



Kopi sudah menjadi passion saya beberapa tahun belakangan. Meskipun sempat mengalami kevakuman selama beberapa tahun akibat penyakit insomnia, kini saya justru menyembuhkan penyakit ini dengan kopi. Kisah secangkir kopi dapat ditemui dalam kesederhanaan warung kopi di pinggiran yang menemani orang-orang berwacana masalah politik dan rumah tangga, hingga kemewahan minuman di sebuah cafe ternama di ibukota sambil berbicara masalah fashion terbaru. Beberapa orang menobatkan kopi sebagai menu wajib pagi hari, sebagian menjadikan teman setia dalam menyelesaikan karya tulis serta tugas-tugas lainnya.


Beberapa bulan terakhir, tepatnya saya lupa, secara santai saya membuat sebuah penelitian menarik untuk mengetahui kaitan penulis dan secangkir kopi. Dan ternyata, setengah lebih dari penulis yang saya survey merupakan pecandu kafein. Sebagian meminum kopi sebagai konsumsi kafeinnya, sebagian teh, dan sisanya hanya saat-saat tertentu mengkonsumsi kafein. Alasan mereka memilih kopi karena bagi beberapa penulis, kopi merupakan sebuah “penolong” ketika sedang dilanda “writer’s block” (sebuah sindrom kehabisan ide untuk ditulis). Berdasar pengalaman pribadi, saya akui bahwa kopi merangsang otak untuk lebih berpikir kreatif serta memberi ide-ide segar.

Cerita kopi tak berhenti sampai disini. Suatu ketika saya mengikuti coffee cupping class yang diadakan oleh sebuah cafe ditempat saya berdomisili. Disana saya berkenalan dengan teman-teman baru, salin bertukar cerita dan pengalaman. Teman saya ini berdomisili sama dengan saya, tetapi beliau bekerja di sebuah perkebunan kopi di Gayo. Dari 15 orang yang mengikuti cupping class hampir setengahnya merupakan utusan dari perusahaan tempat kerjanya, beberapa barista, dan sisanya segelintir penggemar kopi seperti saya. Teman saya ini bercerita tentang keadaan petani kopi arabika di Gayo.

Petani kopi adalah seorang tidak jauh berbeda dengan petani lain. Bedanya terletak pada tanaman yang ditanam, dan pengolahan setelah panen. Dengan letak geografisnya yang berupa dataran tinggi, banyak penduduk Gayo yang bekerja sebagai petani kopi, terutama petani kopi arabika. Sebagian memiliki lahan pertanian yang diolah sendiri, sisanya bekerja pada pemilik lahan. Gayo memang terkenal sebagai daerah penghasil kopi arabika yang istimewa dengan rasa luar biasa, kopi gayo telah menjadi primadona penggemar kopi diseluruh dunia. Tak heran banyak perusahaan besar seperti illy, starbucks, coffeebean, dll yang menjadikan kopi gayo sebagai salah satu campuran dalam membuat espresso. Namun nasib petani kopi tak seperti yang kita bayangkan, mereka tidak bergelimang harta dan hanya sebagian yang hidup sejahtera. Mereka hanya menanam, panen, mengolah hingga menjadi greenbeans, lalu dijual. Dibeli dengan murah oleh perusahaan-perusahaan luar negeri, di roasting sendiri oleh perusahaan itu, di grind dan dipasarkan kembali di Indonesia dengan harga 5-10x lebih mahal daripada greenbeansnya. Dan ironisnya tidak semua petani kopi di Gayo tau bahwa kopi arabika gayo adalah salah satu kopi terenak, termahal, dan memiliki banyak penggemar.

Itulah sekelumit cerita tentang petani kopi arabika di Gayo, yang diceritakan langsung oleh salah satu pekerja diperkebunan kopi arabika gayo. Jika ada rezeki dan kesempatan, suatu saat saya akan kesana dan menyelami kehidupan petani kopi, melihat proses pengolahan salah satu kopi terbaik dunia secara tradisional, serta meminum kopi dengan cara khas penduduk Gayo.

6 comments:

  1. berarti harus ada yang menginfokan dan memberikan penyuluhan tentang kopi gayo kepada para petani agar mereka bisa -at least- punya bargaining yang bagus ke perusahaan besar ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul mbak, selain itu petani kopi juga perlu diberi pelatihan untuk me-roasting, grinding, seta pengemasan secara mandiri, agar produknya bisa langsung dijual kepada end user

      Delete
  2. Wah kalau punya kofi sendiri bisa ngopi tiap hari nih. Panenya berapa bulan sekali sob?

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe yang kerja di kebun kopi itu temenku pak, bukan saya. jadi masalah panen dan sebagainya saya kurang paham ;)

      Delete
  3. Mau jadi pecandu kopi biar gue jadi penulis kece...

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalo mau jadi penulis harus rajin menulis, banyak latihan dan selalu minta kritik dari yang lebih ahli, minum kopi cuma kasih sugesti aja. hehehe ;)

      Delete