Jembatan penghubung, terdiri dari tali dan kayu
Di tempat yang menjadi favorit pencari lobster ini kita dapat menyaksikan dari dekat samudera hindia lengkap dengan ombaknya yang garang. Selain itu terdapat juga sebuah pulau karang yang berdiri terpisah sejauh kurang lebih 100 meter ke selatan. Konon kabarnya perairan di sekitar pulau tersebut banyak dihuni lobster. Saya menyebut tempat ini sebagai Bukit Timang karena bukit ini terletak di samping Pantai Timang, Gunungkidul, Yogyakarta. Di bukit ini dibuat sebuah kereta gantung secara tradisional oleh masyarakat setempat. Para pemancing dan nelayan sekitar menggunakan kereta gantung sebagai wahana untuk menyeberang ke pulau karang didekatnya untuk menangkap lobster.
Kereta gantung, ekstrim dan berbahaya
Jembatan kereta gantung ini dibuat dari struktur kayu di masing-masing pulau yang dihubungkan dengan delapan buah tali. Sebuah kursi kayu diselipkan diantara tali sebagai tempat duduk penyeberang. Kursi kayu inilah yang menjadi kereta gantungnya. Delapan buah tali disulap menjadi rel, di ujungnya dibuat katrol sederhana sehingga sebuah kursi kayu dapat meluncur seolah-olah seperti kereta gantung. Saya pun kurang paham apakah jembatan ini memakai perhitungan secara profesional ataukah dibuat menurut perhitungan seadanya.
Struktur kayu sederhana
"Masih berfungsi, kalau musim hujan, tiap hari saya menyeberang kesana mas", ujar seorang nelayan pencari lobster dengan logat jawa medoknya. Untuk menangkap lobster diperlukan sebuah perangkap yang dibuat khusus, diberi tali yang kuat dan panjang. Seperti alat pancing dengan jaring besar sebagai pengganti kailnya. Perangkap ini diberi umpan berupa bulu babi yang sudah dipecahkan kulitnya. Kemudian pada sore hari perangkap dilemparkan ke laut dan talinya diikatkan disalah satu batu atau kayu yang sebelumnya sudah disiapkan. Keesokan paginya perangkap diambil sembari berharap ada lobster yang tertangkap.
Seorang nelayan sedang mengikat tali perangkap
Satu kilogram lobster dihargai dua ratus ribu hingga tiga ratus ribu rupiah, tergantung jenis dan kondisinya. "Kalo yang merah sekilonya dua ratus ribu, yang hijau sekilonya tiga ratus ribu. Saya juga ndak paham mas kenapa yang kecil harganya malah lebih mahal. Biasanya nanti dikumpulkan, terus nanti sudah ada tengkulaknya" ujar seorang nelayan setempat memberi penjelasan.
Yang merah (kiri) lebih murah daripada yang hijau (kanan)
Pemandangan yang disuguhkan bukit karang ini memang memukau. Terlihat tebing di kiri kanan yang terus dihantam oleh ombak samudera hindia. Di puncak bukitnya yang seluas setengah lapangan sepakbola, dipenuhi oleh pohon pinus dan pandan laut. Tak ada rumah penduduk yang terlihat di sekitar bukit ini, hanya ada gubuk kecil yang difungsikan sebagai tempat beristirahat petani yang berladang di bawah bukit dan nelayan pencari lobster.
Ombak samudera hindia
Pemandangan dari sisi lain bukit ini
Pukul 17:20:40. Matahari masih terlihat jelas.
Pukul 17:27:34. Matahari terlihat semakin kecil.
Pukul 17:29:16. Matahari mulai ditelan awan.
Pukul 17:29:52. Matahari lenyap tertutup awan.
No comments:
Post a Comment