Pages

Monday, February 27, 2012

Sekelumit Kisah Petani Kopi



Kopi sudah menjadi passion saya beberapa tahun belakangan. Meskipun sempat mengalami kevakuman selama beberapa tahun akibat penyakit insomnia, kini saya justru menyembuhkan penyakit ini dengan kopi. Kisah secangkir kopi dapat ditemui dalam kesederhanaan warung kopi di pinggiran yang menemani orang-orang berwacana masalah politik dan rumah tangga, hingga kemewahan minuman di sebuah cafe ternama di ibukota sambil berbicara masalah fashion terbaru. Beberapa orang menobatkan kopi sebagai menu wajib pagi hari, sebagian menjadikan teman setia dalam menyelesaikan karya tulis serta tugas-tugas lainnya.

Friday, February 24, 2012

Apresiasi


Heran. Sebuah kata yg terlintas dibenak saya ketika mendengarkan musisi Indonesia bermain. Bila anda berpendapat bahwa kualitas musisi di Indonesia ada dibawah rata-rata (baca: jelek), tentu saya pastikan bahwa anda adalah penikmat musik yang disiarkan tiap pagi di televisi. Karena musisi berkualitas Indonesia sangat jarang ditampilkan di televisi lokal. Alasannya sederhana, permintaan pasar.

Tampaknya sudah menjadi tradisi jika negeri kita lebih suka mengirim produk terbaik keluar negri dan sisanya khusus untuk dinikmati di dalam negeri. Contoh-contohnya tak melulu soal kopi, pakaian, hasil perut bumi, bahkan seniman dan ilmuwan turut kita "ekspor".

Disini kita tak perlu berdebat masalah selera. Saya tau selera kita berbeda. Masalah selera sudah pernah saya bahas disini. Yang saya masalahkan adalah kesenjangan dari pihak media. Mereka lebih memilih selera pasar yang memberi keuntungan lebih daripada mengapresiasi seniman-seniman terbaik bangsa untuk dinikmati masyarakat indonesia. Alhasil banyak seniman kita yang berkarir di luar negeri. Saking jarangnya dimunculkan di media nasional, mereka pun kurang dikenal di negara sendiri. Nama-nama seperti Anggun C Sasmi, Daniel Sahuleka, Barry Likumahuwa, I Wayan Balawan, pianis Bubi Chen, musisi jazz Nial Radhitia Djuliarso, hingga band Gugun Blues Shelter, malah lebih familiar ditelinga mereka yang tinggal di luar negeri. Mereka sungguh asing ditelinga kita sebelum pihak televisi nasional mau meliputnya.

Inilah kenyataan. Masyarakat kita belum siap mengapresiasi sepenuhnya karya-karya anak bangsa. Sebuah karya, perlu apresiasi agar pembuatnya bisa semakin termotivasi mencipta karya baru lagi. Sebuah karya yang kurang diapresiasi akan membunuh motivasi penciptanya untuk semakin berkarya. Selamatkan aset bangsa, apresiasi itu perlu.

Friday, February 3, 2012

Perampokan Sumber Daya Alam



Negara Indonesia diketahui menyimpan banyak sekali sumber daya alam. Sumber daya alam yang dimiliki tak hanya berupa bahan tambang dan hutan yang melimpah, akan tetapi meliputi letak geografis, kontur alam, sinar matahari sepanjang tahun, dan garis pantai yang luar biasa panjangnya. Selain memiliki sumber daya alam yang melimpah, Indonesia masuk ke dalam kriteria 10 besar negara dengan penduduk terbanyak. Bisa dibayangkan perpaduan antara sumber daya alam yang melimpah dipadukan unsur sumber daya manusia sebagai pengolah SDA tersebut yang jumlahnya luar biasa. Logikanya, negara yang memiliki SDM mellimpah yang dibarengi dengan SDA yang sangat banyak, memiliki kans menjadi negara kaya raya dengan tingkat kesejahteraan lebih besar daripada tingkat pengangguran. Sayangnya, di negara Indonesia hal itu hanya sekedar mitos.


Kondisi Indonesia dalam beberapa dekade terakhir pun semakin menghawatirkan. Terjadi kekacauan, anarkis, saling bentrok, korupsi, dan tingkat kriminalitas yang tinggi. Negara sengaja dibuat menjadi chaos. Dirusak secara ideologi dengan permainan politik, dihabisi secara ekonomi dengan krisis moneter global, bahkan aspek toleransi dalam masyarakat pun tak luput dari serangan. Ada apa gerangan yang terjadi di negara ini?