Pages

Thursday, February 7, 2013

Lewat Djam Malam




"Kepada mereka yang telah memberikan sebesar-besar pengorbanan nyawa mereka, supaya kita yang hidup pada saat ini dapat menikmati segala kelezatan buah kemerdekaan. Kepada mereka yang tidak menuntut apapun buat diri mereka sendiri."

Kalimat tersebut dapat ditemui di penghujung film Lewat Djam Malam. Sebuah karya yang disutradarai oleh Umar Ismail. Dibuat sekitar 9 tahun setelah republik ini berdiri. Tentu saja dengan peralatan seadanya. Minimalnya peralatan pendukung tak lantas membuat kualitas film ini dibawah rata-rata. Ide cerita yang baik dengan menimbulkan beberapa konflik tak biasa menjadi alasan kenapa film ini wajib ditonton.

Film ini mengisahkan tentang kegelisahan hidup baru Iskandar, seorang tentara yang memulai hidup baru sebagai orang sipil. Rutinitas hidup berperang ditambah dengan kenangan pahit menjadi konflik batin yang digambarkan dengan sangat baik oleh pemeran utama. Keadaan Bandung yang memberlakukan jam malam mengesankan bahwa suasana di film ini masih dilekati suasana paska perang.

Tak melulu soal Iskandar, konflik di film ini juga dibumbui dengan konflik batin Laila, seorang pelacur nyaris gila yang selalu mengimpikan memiliki rumah tangga damai setelah ditinggal pergi oleh suaminya. Beberapa tokoh pendukung turut berperan dengan baik.


"Lelaki, kalau sudah pergi, siapa yang tau dia akan pulang lagi" (Laila)


Meski masih ada beberapa kekurangan, hal ini tentu dapat dimaklumi karena hanya sekitar 9 tahun setelah kemerdekaan industri film indonesia sudah bisa membuat sebuah karya yang diakui oleh dunia internasional.

Ini adalah film Indonesia tertua yang pernah saya liat. Film ini harus menjadi refleksi atas perkembangan industri film nasional. Dengan teknologi dan pemikiran yang semakin berkembang, industri film nasional seakan jalan ditempat. Baru ada segelintir film yang mendapatkan apresiasi di mata pemirsa internasional. Salah satu yang masih segar adalah film The Raid.

Era globalisasi menuntut kita untuk selalu kritis. Dan sikap kritis seharusnya menimbulkan efek kreatif. Tapi hal tersebut justru berbanding terbalik dalam perkembangan industri film nasional. Sepuluh tahun terakhir film nasional masih didominasi oleh film horor seksi yang menonjolkan kemolekan tubuh daripada jalan cerita.

Di tahun 2013 ini industri kreatif diharapkan mulai berkembang menuju ke arah yang bisa membuat kita tersenyum. Di bidang sinematografi, munculnya The Raid, yang disusul oleh Habibie dan Ainun, serta 5 cm, adalah sebuah sinyal positif terhadap perkembangan industri film nasional.

Saya merindukan film sederhana dengan isi cerita luar biasa seperti Lewat Djam Malam. Konflik tak biasa dengan menyisipkan beberapa budaya nasional. Lagu rasa sayange, potong bebek angsa, dan beberapa dialog usang yang justru malah tampak elegan.

Mungkin pengetahuan saya mengenai dunia sinema hanyalah sebesar kelereng. Tapi sebagai seorang manusia yang memiliki selera, saya berharap kualitas film Indonesia semakin tumbuh berkembang.


 sumber foto

2 comments:

  1. Wah film lama nih. Nyari dimana?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beruntungnya dulu saya sempat menonton film ini saat selesai direstorasi. Ditayangkan di xxi beberapa tahun silam. Coba cari dvd nya deh :)

      Delete