Pages

Friday, March 29, 2013

Kambing Hitam Itu Bernama Sistem

Sebagai seorang warga negara Indonesia yang lahir sebelum tahun 1990 tentu saja saya pernah merasakan suatu keadaan yang dikenal dengan nama reformasi 98. Suatu keadaan penggulingan rezim orde baru yang korup. Suatu keadaan untuk mencoba merdeka dari penjajahan bangsa sendiri. Suatu keadaan dimana kekerasan menyebar ke seluruh penjuru Indonesia.

Kekerasan terjadi tak hanya di ibukota dan kota-kota besar saja, seperti yang ramai diberitakan. Efek yang paling parah tentu dirasakan oleh saudara-saudara kita keturunan tionghoa. Berbagai siksaan ditujukan langsung kepada mereka. Secara verbal maupun fisik. Dengan nyata dan terang-terangan.

Reformasi 98 sebenarnya adalah suatu keadaan politik yang didasarkan pada kemuakan terhadap sistem kepemimpinan era orde baru. People power, dengan sebagian besar komposisinya adalah mahasiswa, bergerak turun untuk mengubah tatanan pemerintahan yang semakin menyimpang dari tujuan awal kemerdekaan. Namun disisi lain masyarakat yang tak paham akan esensi reformasi memanaskan situasi dan mengubah arus semangat rakyat menjadi semacam petaka. Rakyat yang bingung menjadi seperti air bah yang menghancurkan apa yang dilewatinya, meninggalkan reruntuhan dan duka, dan kemudian pergi begitu saja tanpa mengucapkan maaf.

Reformasi 98 adalah mimpi buruk. Sejarah kelam yang imbasnya masih dapat dirasakan hingga saat ini, yang diagung-agungkan sebagai era paska reformasi. Berangkat dari tujuan reformasi, seharusnya masa setelah reformasi (paska reformasi) adalah pencerahan dan (seharusnya) jauh lebih baik ketimbang masa sebelum reformasi (atau saya khususkan sebagai masa orde baru). Namun sayangnya, berbagai dosa yang dilakukan oleh orde baru malah dimodifikasi menjadi suatu sistem yang lebih lihai dalam merampas kesejahteraan rakyat. Paska reformasi adalah suatu kemunduran besar dalam sejarah republik ini berdiri. Pemerintahan yang semakin terseok-seok. Kesejahteraan yang semakin menurun. Tingkat pengangguran tinggi. Serta ledakan penduduk yang semakin tak terkontrol.

Haruskah kita menyalahkan sistem? Lantas setelah sistem dirasa gagal karena tak didukung oleh peran serta pemerintah dan segala elemen masyarakat, kita menggantinya dengan membuat sistem baru yang benar benar baru. Membuang sistem lama yang dirasa gagal, tanpa mengevaluasi kekurangan dan kelebihannya. Berharap pada hasil instan. Terus berulang ulang tanpa ujung.

3 comments:

  1. selalu jadi pertanyaan ya, siapa yang salah?
    Tapi apa pantas kita menuding-nuding pihak-pihak yang bertanggung jawab?
    Enthalah aku juga gak tahu jawabannya

    ReplyDelete
  2. Kita ini tidak belajar dari masa lalu... Masa lalu kita tinggalkan begitu saja tanpa mempelajari, memilah, bertanya , dan mengerti tentang kesalahan-kesalahan yang dulu pernah kita lakukan...

    ReplyDelete
  3. Jangan menyalahkan sistem hanya karena sistem itu 'benda mati'. Sistem itu hanya alat untuk menjalankan proses. Yang mengoperasikan ya kita ini, manusia. Jangan-jangan manusianya yang salah mengoperasikan sistem. Ibaratnya smartphone canggih, hanya dipakai untuk facebook dan twitter kan ya percuma.

    ReplyDelete