2 Mei adalah hari pendidikan nasional sekaligus hari lahirnya Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan adalah sesuatu yang diperlukan oleh semua bangsa dan negara di muka bumi ini. Tentu dengan pendidikan kita merasa mempuanyai harga diri, menjadi seorang pemimpin, menjadi pemenang. Pemenang dalam menyelesaikan masalah, penghapus penindasan, dan pemberi pencerahan kepada saudara-saudara kita.
Ki Hadjar Dewantara merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah pendidikan formal di Indonesia. Dimana pada saatnya beliau hidup dan berjuang, terdapat pembatasan pendidikan. Hanya golongan tertentu saja yang boleh menerima pendidikan, hanya orang kaya dan orang terpandang saja yang bisa mengecap nikmatnya pendidikan. Beruntungnya beliau karena tergolong kaum ningrat keraton Yogyakarta sehingga mendapatkan hak untuk mengecap nikmatnya pendidikan di era kolonial Belanda. Pada tanggal 3 Juli 1922 beliau bersama teman-temannya yang tergabung dalam tiga serangkai mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa.
Sudah hampir seabad dari tanggal kelahiran Perguruan Nasional Taman Siswa, tepatnya 89 tahun. Waktu yang sudah cukup lama, lebih lama dibandingkan dengan umur kemerdekaan kita. Tapi ironis sekali, kualitas pendidikan kita masih kurang mumpuni. Memang ada wajib belajar 9 tahun, program pengentasan buta huruf, dan juga banyak didirikan universitas ternama disini. Tapi itu semua belum cukup untuk mengangkat kualitas pendidikan
di negeri ini. Sistem pengelolaan yang buruk merupakan salah satu penyebab mundurnya kualitas pendidikan bangsa ini. Dana yang terbatas merupakan alasan klasik dari pengelolaan yang kurang maksimal. Memang tak bisa dipungkiri kalo dana merupakan salah satu faktor penting dalam mengangkat kualitas, tapi dana juga tak bisa dijadikan patokan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Beragam alternatif sebenarnya bisa digunakan. Mudah saja, seperti penanaman kebiasaan disiplin dari usia muda, dan perubahan sistem pendidikan.
di negeri ini. Sistem pengelolaan yang buruk merupakan salah satu penyebab mundurnya kualitas pendidikan bangsa ini. Dana yang terbatas merupakan alasan klasik dari pengelolaan yang kurang maksimal. Memang tak bisa dipungkiri kalo dana merupakan salah satu faktor penting dalam mengangkat kualitas, tapi dana juga tak bisa dijadikan patokan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Beragam alternatif sebenarnya bisa digunakan. Mudah saja, seperti penanaman kebiasaan disiplin dari usia muda, dan perubahan sistem pendidikan.
Disiplin adalah kunci sukses dari sebuah bangsa, bangsa dengan disiplin yang tinggi biasanya merupakan bangsa yang sukses. Tengok saja Jepang, disiplin waktu disana sudah dalam hitungan detik sehingga menunggu semenit pun rasanya sudah lama. Berbeda dengan disini dimana menunggu hingga satu jam pun sudah merupakan hal yang lumrah. Apabila disiplin ditanamkan sejak bangku sekolah, maka besar kemungkinan bangsa ini sukses dimasa depan.
Banyak bidang di Indonesia yang memerlukan keahlian khusus. Ini yang kurang kita sadari. Mau tak mau untuk tenaga ahli berkualitas saja kita harus impor dari negara tetangga. Nah, kenapa kita tidak memproduksi tenaga ahli sendiri? Untuk itu seharusnya siswa diberikan kesempatan untuk lebih mengekspresikan kelebihannya. Siswa diasah sejak dini untuk mengembangkan bakatnya. Bakat tak harus identik dengan seni. Ada yang berbakat dalam bidang kimia maka disediakan kelas khusus untuk murid tersebut. Untuk yang senang sastra maka ada kelas sastra. Alangkah baiknya apabila setelah menjalani wajib belajar 9 tahun, lalu murid diberikan kebebasan untuk melanjutkan pendidikan sesuai dengan bakatnya. Konsep SMA diubah menjadi sekolah untuk pengasahan bakat siswa. Imbasnya akan terjadi pembentukan karakter terhadap siswa yang berakibat pada kualitas siswa tersebut. Tak cukup hanya ada ipa, ips, dan bahasa. Harus dibuat lebih spesifik lagi. Siswa diasah untuk lebih tepat sasaran, mengembangkan minat dan bakat secara dini.
Kemudian mengenai sistem pendidikan. Di negeri ini, ujian nasional selalu menjadi tolak ukur dari lulus atau tidaknya seorang siswa dari bangku sekolah. Kurang efektif, ini merupakan cara yang seharusnya udah ditinggalkan. Siswa hanya fokus terhadap mata pelajaran “istimewa” yang diujikan untuk ujian nasional, sedangkan yang lainnya seolah diabaikan. Jika indikator lulus hanya berpatokan dari beberapa pelajaran yang diujikan, mengapa tidak difokuskan saja sejak awal hanya belajar pelajaran itu-itu saja? Lantas bagaimana dengan siswa yang berbakat pada pelajaran yang tidak diujikan dalam ujian nasional? Mereka pintar dalam suatu bidang, tapi karena bidang tersebut diluar jalur yang diujikan apakah lantas mereka dibilang bodoh? Pemerintah perlu mengubah hal ini. Cara tersebut lebih pantas digunakan untuk negara yang baru merdeka, yang membutuhkan banyak tenaga ahli secara instan tapi kurang berkualitas. Akan tetapi kita kan sudah 66 tahun merdeka. Dengan adanya upaya pengkhususan tersebut diharapkan sistem dengan ujian nasional beberapa mata pelajaran yang “diistimewakan” diubah menjadi mata pelajaran khusus.
Tak perlu menunggu sampai jenjang kuliah untuk memberikan kebebasan kepada siswa dalam memilih jurusan sesuai minat dan bakatnya. Jika pemerintah paham, hal ini bisa dilaksanakan semenjak dini, semenjak bangku SMA.
Semoga hari pendidikan nasional ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Semoga ada perubahan terhadap pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia. Selamat hari pendidikan nasional 2 Mei 2011.
No comments:
Post a Comment