Pages

Saturday, September 3, 2011

Euforia Rakyat dan Optimisme Timnas


                Tadi malam, Timnas sepakbola Indonesia (atau yang lebih dikenal dengan nama timnas) bertanding di putaran kualifikasi pra piala dunia. Musuhnya adalah salah satu negara yang disegani di Asia, yang sudah 3 kali mengikuti putaran final piala dunia, Iran. Pelatihnya pun tak main-main, Carlos Queiroz, mantan pelatih Real Madrid, mantan pelatih timnas Portugal, dan mantan asisten pelatih Manchester United. Sebelum pertandingan pelatih Iran mengeluarkan Psy War dengan mengatakan bahwa Indonesia adalah salah satu tim yang berpotensi mencuri poin pada pertandingan tersebut. Sebuah hal yang lazim dilakukan sebelum pertandingan berlangsung, karena hal ini mengangkat beban moral tim yang dilatihnya untuk bisa bermain lepas.

                Pada saat pertandingan, terutama babak pertama, timnas Indonesia terlihat mampu menjaga gawangnya dari dominasi serangan Iran. Selain karena pemain bertahan kita cukup disiplin menjaga daerahnya, ketidakberuntungan para penyerang Iran juga salah satu
faktornya. Setelah babak kedua berlangsung, kerja keras tim Iran pun terbayarkan. Iran berhasil memasukkan 3 gol tanpa balas.

                Sebuah hal yang istimewa dari pertandingan ini adalah bukan masalah menang atau kalah. Kalah pun terasa wajar, mengingat musuhnya bukan tim sembarangan.  Yang istimewa adalah munculnya optimisme dan euforia dari masyarakat. Masyarakat Indonesia terlihat bersatu terutama sepanjang babak pertama pertandingan. Saling mendukung dan memuji permainan timnas. Tak ada jakmania, aremania, bonek, bobotoh, milanisti, juventini, interisti, dll. Yang ada adalah satu Indonesia, semua berbaur mendukung agar timnas pulang dengan membawa poin.

                Inilah persatuan Indonesia. Semangat dan optimisme rakyat Indonesia. Betapa indahnya melihat semua menjadi satu walaupun hanya 2x45 menit. Hebatnya lagi, pemimpin negara kita saja tak mampu membuat rakyat Indonesia bersatu dan larut dalam optimisme seperti ini.

                Lantas, setelah pertandingan usai dan skor akhir 3-0 untuk Iran, mulai terlihat beberapa orang mulai memaki maki dan menyalahkan sebagian pemain atas kekalahan tersebut. Tak semua, hanya beberapa suporter yang bersikap “kurang dewasa”. Mereka tau kalau timnas kalah kelas, tapi mereka tak tau kalau para pemain timnas sudah berusaha semaksimal mungkin mengeluarkan segenap kemampuannya. Alhasil banyak celotehan kurang sedap yang bermunculan di media-media sosial seperti facebook dan twitter.  Seharusnya mereka membantu menyembuhkan “luka dan duka” para pemain dengan menularkan semangat optimisme. Belajarlah menghargai usaha pemain Timnas meskipun mereka kalah, karena semua perjuangan yang dilakukan oleh para pemain sepanjang 2x45 menit hanyalah untuk dipersembahkan kepada segenap rakyat Indonesia.

                Kalah atau menang adalah biasa dalam sebuah pertandingan. Tak ada yang salah karena semua sudah berusaha maksimal. Pertahankan optimisme, kita rebut poin di senayan. Semua yakin kita bisa, teruslah semangat tim garuda.

No comments:

Post a Comment