Tadi malam,
Timnas sepakbola Indonesia (atau yang lebih dikenal dengan nama timnas)
bertanding di putaran kualifikasi pra piala dunia. Musuhnya adalah salah satu
negara yang disegani di Asia, yang sudah 3 kali mengikuti putaran final piala
dunia, Iran. Pelatihnya pun tak main-main, Carlos Queiroz, mantan pelatih Real
Madrid, mantan pelatih timnas Portugal, dan mantan asisten pelatih Manchester
United. Sebelum pertandingan pelatih Iran mengeluarkan Psy War dengan
mengatakan bahwa Indonesia adalah salah satu tim yang berpotensi mencuri poin
pada pertandingan tersebut. Sebuah hal yang lazim dilakukan sebelum
pertandingan berlangsung, karena hal ini mengangkat beban moral tim yang
dilatihnya untuk bisa bermain lepas.
Pada saat
pertandingan, terutama babak pertama, timnas Indonesia terlihat mampu menjaga
gawangnya dari dominasi serangan Iran. Selain karena pemain bertahan kita cukup
disiplin menjaga daerahnya, ketidakberuntungan para penyerang Iran juga salah
satu
faktornya. Setelah babak kedua berlangsung, kerja keras tim Iran pun terbayarkan. Iran berhasil memasukkan 3 gol tanpa balas.
faktornya. Setelah babak kedua berlangsung, kerja keras tim Iran pun terbayarkan. Iran berhasil memasukkan 3 gol tanpa balas.
Sebuah hal
yang istimewa dari pertandingan ini adalah bukan masalah menang atau kalah. Kalah
pun terasa wajar, mengingat musuhnya bukan tim sembarangan. Yang istimewa adalah munculnya optimisme dan
euforia dari masyarakat. Masyarakat Indonesia terlihat bersatu terutama sepanjang
babak pertama pertandingan. Saling mendukung dan memuji permainan timnas. Tak ada
jakmania, aremania, bonek, bobotoh, milanisti, juventini, interisti, dll. Yang ada
adalah satu Indonesia, semua berbaur mendukung agar timnas pulang dengan
membawa poin.
Inilah persatuan
Indonesia. Semangat dan optimisme rakyat Indonesia. Betapa indahnya melihat semua
menjadi satu walaupun hanya 2x45 menit. Hebatnya lagi, pemimpin negara kita
saja tak mampu membuat rakyat Indonesia bersatu dan larut dalam optimisme seperti
ini.
Lantas,
setelah pertandingan usai dan skor akhir 3-0 untuk Iran, mulai terlihat
beberapa orang mulai memaki maki dan menyalahkan sebagian pemain atas kekalahan
tersebut. Tak semua, hanya beberapa suporter yang bersikap “kurang dewasa”. Mereka
tau kalau timnas kalah kelas, tapi mereka tak tau kalau para pemain timnas
sudah berusaha semaksimal mungkin mengeluarkan segenap kemampuannya. Alhasil banyak
celotehan kurang sedap yang bermunculan di media-media sosial seperti facebook
dan twitter. Seharusnya mereka membantu
menyembuhkan “luka dan duka” para pemain dengan menularkan semangat optimisme. Belajarlah menghargai usaha pemain Timnas meskipun mereka kalah, karena
semua perjuangan yang dilakukan oleh para pemain sepanjang 2x45 menit hanyalah
untuk dipersembahkan kepada segenap rakyat Indonesia.
Kalah atau
menang adalah biasa dalam sebuah pertandingan. Tak ada yang salah karena semua
sudah berusaha maksimal. Pertahankan optimisme, kita rebut poin di senayan. Semua
yakin kita bisa, teruslah semangat tim garuda.
No comments:
Post a Comment