(Tulisan ini adalah karya pertama saya yang dimuat di www.pedomannews.com silahkan klik disini untuk melihat)
Selama ini saya adalah orang yang
melihat sisi positif dari orde baru, dimana kekuasan mutlak dan otoriter
dimiliki oleh Soeharto. Saya berpendapat bahwa dimasa kepemimpinan Pak Harto,
adalah masa keemasan Indonesia pasca kemerdekaan. Ditandai dengan meredanya
inflasi, kestabilan harga, minimnya kriminalitas, bahkan swasembada pangan.
Indonesia bertransformasi dari negara yang baru merdeka menjadi negara
berkembang yang patut diperhitungkan di kancah internasional.
Jika
dibandingkan dengan masa kepemimpinan pasca reformasi, yaitu masa setelah
kekuasaan orde baru runtuh oleh semangat dan gelora rakyat, terlihat sekali perbedaannya.
Pada masa pasca reformasi bisa dibilang Indonesia menganut paham demokrasi
dengan mengutamakan hak pilih milik rakyat untuk memillih dari presiden hingga
ke dewan perwakilan daerahnya, juga meliputi kepala daerah. Dimana suara rakyat
benar-benar milik rakyat tanpa ada intervensi pihak lain. Sebuah terobosan baru
yang tak mungkin ditemukan di masa orde baru.
Menimbang
banyaknya kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa orde baru membuat saya kembali
ragu untuk menyebut orde baru sebagai masa keemasan republik ini. Disamping itu
kasus korupsi, yang menjadi ancaman terbesar untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan, tumbuh subur dan mengakar dimasa orde baru.
kasus korupsi, yang menjadi ancaman terbesar untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan, tumbuh subur dan mengakar dimasa orde baru.
Harapan
untuk menjadikan Indonesia bangkit memuncak dimasa pasca reformasi. Berbagai
terobosan dilakukan, salah satunya adalah dengan mengamandemen konstitusi. Perubahan
atau amandemen terhadap UUD adalah suatu pencapaian luar biasa yang dilakukan
oleh pemerintah negeri ini. Di masa orde baru, pak Harto menutup segala celah
dan upaya untuk mengamandemen konstitusi kita. Ini berakibat fatal, karena UUD
yang dibuat setelah kemerdekaan (UUD 45) adalah bentuk konstitusi darurat yang
memerlukan penyempurnaan untuk dapat digunakan seoptimal mungkin. Singkatnya
bahwa UUD 45 yang dibuat oleh pendiri republik ini dibuat secara tergesa-gesa
sehingga cacat dan memiliki banyak kekurangan. Setelah melalui proses amandemen
terjadi perubahan signifikan terhadap isi dalam UUD. Salah satu yang saya
cermati adalah meningkatnya perlindungan terhadap HAM.
Maraknya
gerakan separatis dan gerakan fundamentalis merupakan ujan bagi penerapan
konstitusi di negara ini. Meskipun efeknya lebih berskala lokal, gerakan fundamentalis
ini juga berbahaya. Selain bersifat anarkis, gerakan ini juga kerap menindas
golongan minoritas. Patut disayangkan karena konstitusi setelah amandemen ini
sangat jelas mengatur dan menjamin mengenai perlindungan HAM untuk semua
golongan. Perlindungan HAM bukan hanya milik kaum mayoritas, kaum minoritas
sebagai golongan lemah harus lebih diprioritaskan.
Selama
ini pemerintah lebih mengutamakan perlindungan HAM untuk kaum mayoritas. Karena
kaum mayoritas memiliki suara yang lebih besar atau dengan kata lain lebih
memiliki pengaruh. Padahal jaminan perlindungan HAM seharusnya diberikan kepada
kaum minoritas yang terpinggirkan, kaum minoritas yang selalu ditindas,
masyarakat kurang mampu, dan mereka yang merasa hak-haknya dirampas.
Kedepannya saya sangat berharap
pemerintah masa reformasi ini lebih proaktif dalam menjamin perlindungan
terhadap HAM. Pemerataan pembangunan, perlindungan hak untuk beribadah, minimnya
jaminan kesehatan, dan berbagai macam persoalan lainnya merupakan potret masih
minimnya jaminan perlindungan HAM di masyarakat. Semoga harapan saya mengenai
peningkatan jaminan perlindungan HAM bukan hanya sekedar angan-angan belaka.
Kita berada pada titik bifurkasi, sebuah persilangan antara menjadi semakin melaju atau menjadi tambah ragu
ReplyDeletepersimpangan vital, sekali salah melangkah bisa semakin jauh terperosok
Delete