Pages

Friday, November 16, 2012

Prosesi Sakral Kirab Malam 1 Sura Keraton Solo

Ditemani guyuran hujan dan dinginnya malam, saya mengarahkan kemudi kendaraan menuju Solo. Kota yang juga dikenal dengan nama surakarta ini memang masih kental dengan nuansa kejawennya. Di kota ini pula terdapat salah satu keraton yang menjadi warisan dari kejayaan kerajaan Mataram. Meski keraton surakarta tak menjadi bagian dari hierarki tata pemerintahan republik ini, namun pengaruhnya masih ada dan keberadaannya dihormati oleh warga surakarta.

Berdasarkan penanggalan Jawa, hari ini merupakan hari istimewa. Malam satu suro dianggap sebagai salah satu hari yang sakral. Ada beberapa ritual yang dilaksanakan, salah satunya adalah Kirab Malam Satu Suro.

rombongan pembawa benda pusaka

Sejujurnya saya sendiri kurang memahami pengertian dari Kirab Malam Satu Sura. Menurut pengamatan saya, Kirab Malam Satu Sura adalah suatu pawai yang merupakan bagian akhir dari prosesi sakral pembersihan benda-benda pusaka yang dilakukan pada malam satu sura. Pawai ini diikuti oleh anggota keraton dan gabungan rakyat yang bergabung melakukan ritual keliling. Mereka menggunakan pakaian adat tradisional jawa, sambil membawa penerangan tradisional seperti obor, membawa beberapa benda pusaka, dan berjalan tanpa menggunakan alas kaki.

Rute keliling kirab ageng meliputi sebagian wilayah komplek keraton. Dimulai dari Keraton menuju Bundaran Gladak - BI - Baturono - Gemblegan - jl.Yos Sudarso - jl. Slamet Riyadi dan kemudian kembali lagi ke Keraton. Dari info seorang petugas keamanan, jumlah orang yang mengikuti kirab berkisar antara 6-7 ribuan. Termasuk kerabat keraton dan para petugas keamanan.

Saat menyaksikan acara ini pengunjung dipersilahkan memotret prosesi sakral ini. Namun, penggunaan flash untuk kamera sangat dilarang. "Mas yang disana, tolong itu flashnya dimatikan. Kamera, hape, boleh dipake motret tapi flashnya harus dimatikan!" teriak salah satu petugas keamanan saat mengatur barisan pengunjung. Tentu saja memotret di malam hari dari sisi penonton yang berdesakan dan tanpa kilatan lampu flash menjadi tantangan tersendiri. Banyak foto yang hasilnya kurang memuaskan.

berjalan tanpa alas kaki

Padatnya kerumunan warga yang hadir membuat saya kesulitan mencuri informasi kepada pihak terkait tentang seluk beluk sejarah acara ini. Alhasil berbagai pertanyaan yang melintas di kepala hanya sempat ditanyakan ngalor ngidul kepada sesama pengunjung. Data menjadi tak akurat.

Salah satu yang paling dinanti dari ritual ini adalah kehadiran sekumpulan binatang. Bukan binatang biasa karena binatang yang masih disebut kerbau ini dianggap sakti dan bertuah. Akan tetapi berbeda dengan kerbau yang cenderung berkulit gelap, binatang ini berkulit cerah dan bersih.

pengunjung tumpah ruah di sekitar Gladak

Kerbau ini sangat diistimewakan. Dikawal, diawasi, dan dihormati layaknya manusia. Sungguh unik melihat lautan manusia berjejer sambil berdesakan hanya untuk menyaksikan langsung hewan yang dijuluki kebo bule ini. Bahkan banyak yang berebutan membawa pulang kotorannya karena dianggap membawa berkah. "Kotoran ini mau saya jadikan pupuk di sawah, biar hasil panen kali ini bisa bagus." Tutur salah satu pengunjung yang ikut berebut mengambil kotoran kebo bule.

Ada sedikit gangguan pada saat prosesi berlangsung, semua kebo bule yang berjumlah 9 ekor tampak enggan mengikuti prosesi ini. Mereka sempat mogok saat mendekati Bundaran Gladak dan berbalik arah ke Keraton. Entah apa yang dilakukan oleh pawang kerbau, beberapa menit kemudian kebo bule mau menyusul barisan dan prosesi dilaksanakan seperti biasa.

Langit turut ambil bagian dalam membantu menyukseskan acara ini. Selama acara berlangsung tak ada satupun tetes air yang jatuh dari langit. Langit seakan mengerti bahwa ada acara penting yang sedang dilaksanakan. Padahal beberapa jam sebelummnya hujan sempat turun mengguyur saya dalam perjalanan menuju solo.

inilah bintang utama malam ini, kebo bule

Sebuah pagelaran budaya sukses ditampilkan malam ini. Sebuah bukti nyata bahwa budaya yang dimiliki oleh bangsa ini masih di apresiasi. Budaya sebagai bagian dari kekayaan bangsa memang perlu apresiasi khusus, dan malam ini rakyat solo melakukannya dengan sangat baik. Tak menyesal telah datang untuk menghadiri acara ini secara langsung meski ada beberapa poin yang membuat saya sedikit kecewa.

Tak salah bila saya semakin jatuh cinta dengan negara ini. Dari kecantikan alamnya, pesona keragaman budayanya, kelezatan kulinernya, hingga perilaku rakyatnya yang unik.

_________________
semua foto merupakan dokementasi pribadi saya

No comments:

Post a Comment