Tulisan ini menjadi tulisan pertama sekaligus pembuka dalam Pacitan Series. Sebuah series atau tulisan bersambung berupa ulasan mengenai suatu tempat wisata yang saya kunjungi. Foto dan isi cerita sepenuhnya berasal dari koleksi pribadi dan fakta-fakta yang saya alami selama perjalanan.
***
Pemandangan salah satu sisi Pantai Teleng Ria
Kapal nelayan ikut berpose
Dengan waktu terbatas dan dana seadanya, mau tak mau saya harus tetap memaksimalkan kunjungan saya ke daerah ini. Kota Pacitan menjadi tujuan pertama kedatangan saya. Di kota ini saya memastikan bahwa hampir atau bahkan seluruh kota-kota besar di pulau jawa memiliki sebuah lapangan yang disebut alun-alun. Ciri khas dari alun-alun adalah memiliki pohon beringin. Tempat ini biasanya digunakan untuk destinasi kumpul warga, acara rakyat, pasar malam, hingga acara resmi yang digunakan oleh pemerintah. Pentingnya suatu alun-alun terlihat dari pemeliharaannya. Sedikitnya sampah, rumput yang terlihat hampir menutupi seluruh bagian, pohon beringin yang ditanam di tepinya, serta beberapa penjual makanan, menjadi kesan pertama saat mengunjungi alun-alun kota pacitan. Sayang sekali gelapnya malam mengurangi kemampuan kamera saya untuk mengabadikan suasana alun-alun Kota Pacitan
Sisi barat pantai
Destinasi berikutnya adalah mencari penginapan untuk mengistirahatkan tubuh setelah menempuh perjalanan menuju kota ini. Mengingat dana yang cukup terbatas, akhirnya saya memutuskan untuk mendirikan kemah di pantai. Pilihan ini bukan sekedar keputusan asal. Pertimbangannya adalah saya membawa tenda kecil, suasana pantai yang cenderung sepi tanpa gangguan, bulan yang sedang bersinar dengan anggunnya, serta rasa dahaga untuk mendengarkan ombak sebagai lagu pengantar tidur. Cukup adil rasanya bila saya memutuskan untuk memilih Pantai Teleng Ria yang berjarak kurang dari 8 kilometer dari alun-alun kota.
Pantai Teleng Ria dengan dua buah bukit serta muaranya
Pantai ini meskipun tak sebagus pantai lain disekitarnya namun tetap memberikan daya tarik tersendiri. Letaknya yang berada di teluk memberi pesona berbeda. Pantai yang landai dengan pasir halus, serta letaknya yang diapit dua bukit menjadi poin utama saya terhadap pantai ini. Letak strategis ini semakin didukung dengan hadirnya sungai yang bermuara disebelah barat pantai.
Pagi yang terlalu cepat datang
Pagi terlalu cepat datang dan saya gagal melihat keluarnya matahari dari garis horizon, sebuah pengalaman indah yang terlewatkan. Namun pesona pantai di pagi hari dan suara ombaknya yang memecah kedamaian terlalu manis untuk dilewatkan. Siapapun harus merasa gembira saat bangun tidur dan disambut dengan pemandangan pantai, lengkap dengan suara ombaknya.
Disinilah saya menghabiskan malam
_________________________
Kunjungi juga:
Pacitan Series-5 (Mengejar Senja Di Pantai Watukarung)
Pacitan Series-4 (Seruling Laut dan Sphinx Di Tepi Pantai)
Pacitan Series-3 (Transformasi Goa Gong)
Pacitan Series-2 (Refleksi Sebuah Sungai)
Pacitan Series-1 (Alun-Alun dan Teluk)
Huwaa enak sekali berkemah di tepi pantai >.< jalan-jalannya ma siapa mas? sendirian?
ReplyDeleteSayang ya moment matahari terbitnya gak dapat ^^
jalan bareng teman-teman, mbak. Iya, gagal liat sunrise gara-gara bangunnya kesiangan :(
Delete